Review Film Moneyball. Pada Agustus 2025, rumor sekuel “Moneyball 2” dengan bintang Chris Pratt dan kembalinya Brad Pitt meledak di media sosial, bikin penggemar baseball heboh sambil nostalgia film asli tahun 2011. Sementara itu, film klasik ini sempat streaming eksklusif di Prime Video sebelum cabut akhir Juli, dan Brad Pitt sendiri baru cerita di Hollywood Reporter soal kenapa ia suka bikin sports movie seperti ini. Di tengah musim MLB 2025 yang penuh drama, “Moneyball” kembali relevan—bukan cuma soal data analytics yang ubah permainan, tapi juga cerita underdog yang timeless. Disutradarai Bennett Miller dengan naskah Aaron Sorkin dan Steven Zaillian, film ini angkat kisah nyata Billy Beane, GM Oakland Athletics yang revolusi baseball pakai sabermetrics. Di usia 14 tahun, ia tetap 94 persen di Rotten Tomatoes, bukti daya tariknya tak pudar. Apa yang bikin film ini abadi? Kita review ulang, dari plot hingga dampak budayanya. BERITA TERKINI
Ringkasan dari Film Ini: Review Film Moneyball
“Moneyball” ikuti perjuangan Billy Beane (Brad Pitt), general manager Oakland A’s yang budget-nya cuma sepertiga tim besar seperti Yankees. Tahun 2001, setelah kalah playoff, Beane frustasi dengan sistem tradisional yang andalkan scout subjektif. Ia rekrut Peter Brand (Jonah Hill), fresh grad Yale ahli statistik, untuk terapkan “moneyball”—pendekatan data-driven yang cari pemain undervalued berdasarkan on-base percentage, bukan home run glamour.
Mereka bangun tim dari reject: Scott Hatteberg (Chris Pratt) ubah dari catcher ke first baseman, David Justice (Philip Seymour Hoffman) veteran yang mentor, dan Chad Bradford (Casey Bond) pitcher unik. Konflik muncul saat scout lama protes, pelatih Art Howe (Hoffman) ogah ikut, dan pemilik tim tekan budget. Klimaks di 2002: A’s raih 20 kemenangan beruntun, rekor MLB, meski kalah playoff lagi. Film tutup dengan Beane tolak tawaran Boston Red Sox—tim yang akhirnya menang World Series pakai metodenya tahun 2004. Runtime 133 menit ini campur drama personal Beane, yang urus anak remaja (Kerris Dorsey) sambil hadapi tekanan karir, dengan elemen humor kering dari dialog Sorkin. Ini bukan biopic biasa; ia kritik industri olahraga yang penuh bias.
Alasan Film Ini Sangat Populer: Review Film Moneyball
“Moneyball” populer karena gabungkan cerita inspiratif dengan isu aktual: bagaimana data ubah dunia, relevan di era AI 2025. Pitt sebagai Beane bawa charisma raw yang bikin penonton rooting—ia nomor satu di box office 2011 dengan US$110 juta worldwide, meski budget US$50 juta. Jonah Hill curi perhatian sebagai Brand yang nerdy tapi jenius, dapat nomor Golden Globe Supporting Actor. Dukungan cast solid seperti Hoffman, Robin Wright (istri Beane), dan Pratt tambah kedalaman.
Di 2025, film ini tren lagi berkat artikel New York Times Maret yang bandingkan dengan serial Apple TV “Sugar”, bilang “Moneyball” ubah genre baseball movie dari romansa nostalgia ke kritik sistem. Screening Millennium Stage Kennedy Center Agustus lalu tarik ribuan, sementara Pitt cerita Juli di Hollywood Reporter soal “sports movie bikin adrenalin naik”. Secara budaya, ia pionir “smart sports film”—pengaruh ke “F1” film Pitt selanjutnya. Streaming spike di Prime Video sebelum cabut Juli, plus diskusi Reddit Juni soal “storytelling worthless tapi cast great”, bukti debat yang bikin viral. Tak heran, ia dapat enam Oscar nom, termasuk Best Picture, dan tetap top di IMDb 7.6/10.
Sisi Positif dan Negatif Film Ini
Positif “Moneyball” ada di eksekusi: editing Stanley Bergere tajam, pacing cepat bikin dua jam terasa singkat, sementara sinematografi Wally Pfister tangkap vibe stadion Oakland yang gritty. Pitt’s performance raw—campur frustasi dan humor—bikin Beane relatable, sementara Hill’s deadpan humor seimbang drama. Film ini edukatif: ajar sabermetrics tanpa bosen, dorong pemirsa paham bagaimana data demokratisasi olahraga, relevan di MLB 2025 dengan analytics canggih. Secara emosional, ia rayakan underdog spirit, bantu penonton yang suka “underdog story” seperti di “The Social Network” Sorkin. Review Next Best Picture 2023 sebut ia “epiphany tentang conventional wisdom”, dan artikel Medium Juli 2025 revisiting bilang ia “ubah payroll jadi meme”.
Negatifnya, film kadang terlalu fokus Beane, abaikan kontribusi nyata seperti Scott Hatteberg—artikel Extra Innings Softball recent kritik ini soal “what happens when sports become your identity”. Beberapa sebut plot predictable, kurang visual flair dibanding “Field of Dreams”, dan detail kecil seperti satu adegan Pitt’s bikin “no sense” menurut IMDb. Di Reddit, ada yang bilang “storytelling worthless” karena terlalu dialog-heavy, kurang aksi lapangan. Meski begitu, kekurangan ini minor; film tetap kuat sebagai drama intelektual, bukan action flick.
Kesimpulan
“Moneyball” di 2025 tetap jadi benchmark sports movie, dari ringkasan revolusi data Oakland A’s hingga popularitas berkat Pitt-Hill duo dan relevansi budaya. Positifnya—pacing tajam, performa memukau—kalahkan negatif seperti plot predictable, bikin ia abadi meski rumor sekuel dengan Pratt tambah hype. Saat MLB musim ini penuh analytics, film ini ingatkan: menang bukan soal duit, tapi cara pikir. Kalau belum nonton, streaming ulang sebelum terlambat—atau tunggu sekuel yang mungkin datang 2026. Siap ubah game Anda sendiri?