Review Film Everything Everywhere All at Once. Dirilis kembali untuk penayangan ulang di bioskop pada Agustus 2025, Everything Everywhere All at Once karya sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert (The Daniels) terus memikat penonton dengan narasi unik dan visual yang memukau. Film produksi A24 ini, yang pertama kali rilis pada 2022, memenangkan tujuh Piala Oscar, termasuk Film Terbaik. Dibintangi Michelle Yeoh, Stephanie Hsu, dan Ke Huy Quan, film ini menggabungkan aksi, komedi, dan drama multiverse dengan sentuhan emosional. Dengan popularitasnya yang kembali naik, apa makna dan cerita di balik film ini, serta apa kelebihan dan kekurangannya? Berikut ulasannya. BERITA LAINNYA
Makna Dari Film Ini
Everything Everywhere All at Once mengeksplorasi tema eksistensialisme, identitas, dan hubungan keluarga melalui lensa multiverse. Film ini mengajak penonton merenungkan makna hidup di tengah kekacauan dan pilihan tak terbatas. Karakter Evelyn Wang, seorang imigran Tionghoa-Amerika, menghadapi pertanyaan tentang nilai diri dan koneksi dengan keluarganya di berbagai realitas. Pesan intinya adalah bahwa bahkan dalam hidup yang tampak biasa, cinta dan hubungan antarmanusia tetap menjadi jangkar. Film ini juga menyentuh isu generasi, tekanan budaya, dan penerimaan diri, membuatnya relevan bagi berbagai kalangan penonton.
Film Ini Menceritakan Tentang Apa
Film ini berpusat pada Evelyn Wang, seorang pemilik usaha laundry yang berjuang dengan masalah keuangan dan hubungan renggang dengan suami, Waymond, dan putrinya, Joy. Saat menghadapi audit pajak, Evelyn tiba-tiba terseret ke petualangan multiverse setelah bertemu versi lain dari Waymond yang mengungkap bahwa ia harus menyelamatkan alam semesta dari ancaman Jobu Tupaki, entitas destruktif yang ternyata terkait erat dengan Joy. Dengan kemampuan “verse-jumping”, Evelyn menjelajahi berbagai realitas—dari menjadi bintang kungfu hingga koki—sambil belajar memahami keluarganya dan menemukan makna hidupnya. Narasi ini dikemas dengan humor absurd, aksi kreatif, dan momen emosional yang mendalam.
Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini
Positifnya, film ini menawarkan visual yang inovatif, dengan transisi multiverse yang kreatif dan koreografi aksi yang memukau. Akting Michelle Yeoh luar biasa, menampilkan rentang emosi dari komedi hingga drama, sementara Ke Huy Quan menghidupkan kembali kariernya dengan peran Waymond yang hangat. Narasi yang berani dan emosional membuat film ini relatable, terutama dalam mengeksplorasi dinamika keluarga. Namun, beberapa penonton mungkin merasa pacing di babak kedua agak lambat, dengan durasi 139 menit yang terasa padat. Narasi multiverse yang kompleks juga bisa membingungkan bagi sebagian audiens, terutama jika tidak terbiasa dengan alur non-linear. Meski begitu, film ini tetap terasa segar dan orisinal.
Kesimpulan: Review Film Everything Everywhere All at Once
Everything Everywhere All at Once adalah karya sinematik yang brilian, menggabungkan eksplorasi mendalam tentang makna hidup dengan hiburan yang kaya visual dan emosi. Ceritanya yang berfokus pada keluarga dan identitas, dibalut dalam konsep multiverse yang unik, menjadikannya pengalaman sinematik yang tak terlupakan. Meski ada sedikit kekurangan dalam pacing dan kompleksitas, kelebihan film ini jauh lebih menonjol, dari akting hingga visi sutradara. Penayangan ulang di 2025 adalah kesempatan sempurna untuk menikmati kembali atau mengenal film yang layak disebut sebagai salah satu karya terbaik dekade ini.