Review Film: The Exorcist: Believer (2023). The Exorcist: Believer (2023) hadir sebagai kelanjutan langsung dari film horor legendaris The Exorcist (1973), karya William Friedkin yang mengguncang dunia dengan kisah kerasukan dan iman. Disutradarai David Gordon Green, film ini membawa kembali Ellen Burstyn sebagai Chris MacNeil, sekaligus memperkenalkan karakter baru seperti Victor Fielding (Leslie Odom Jr.), seorang ayah yang berjuang menghadapi krisis supernatural. Rilis pada Oktober 2023, film berdurasi 111 menit ini berusaha menghidupkan kembali ketegangan psikologis pendahulunya dengan pendekatan modern, mengusung tema multikultural dan kehilangan. Namun, di tengah ekspektasi tinggi, apakah film ini mampu menghadirkan horor yang mendalam atau justru terjebak bayang-bayang klasiknya? Yuk, kita ulas apa yang bikin film ini layak ditonton—atau dilewatkan. BERITA BASKET
Kisah yang Menyentuh tapi Kurang Nendang: Review Film: The Exorcist: Believer (2023)
Cerita berpusat pada Victor Fielding, ayah tunggal yang membesarkan putrinya, Angela (Lidya Jewett), di pinggiran Georgia. Trauma kehilangan istri akibat gempa Haiti membuat Victor skeptis terhadap agama, tapi penuh kasih pada anaknya. Ketika Angela dan temannya, Katherine (Olivia Marcum), hilang selama tiga hari di hutan dan kembali dengan gejala aneh—mata kosong, perilaku agresif—Victor terpaksa menghadapi kemungkinan kerasukan iblis. Ia mencari bantuan dari Chris MacNeil, yang kini jadi penulis spiritual setelah pengalaman mengerikan dengan putrinya, Regan, di film asli.
Film ini berani bereksperimen dengan ritual eksorsisme yang melibatkan berbagai kepercayaan: Katolik, Pentakosta, hingga spiritualitas Haiti. Ide ini segar, mencerminkan masyarakat modern yang beragam, tapi eksekusinya sering terasa datar. Babak pertama berhasil membangun ketegangan lewat suasana muram dan akting Odom Jr. yang penuh emosi, tapi cerita kehilangan fokus di paruh kedua, terjebak pada dialog klise dan efek horor yang terasa dipaksakan, seperti suara serak atau gerakan tubuh kaku. Meski begitu, alur tentang cinta orang tua tetap jadi jangkar emosional yang kuat, membuat penonton peduli pada nasib Angela dan Katherine.
Akting dan Visual yang Jadi Penyelamat: Review Film: The Exorcist: Believer (2023)
Salah satu kekuatan The Exorcist: Believer adalah aktingnya. Leslie Odom Jr. mencuri perhatian sebagai Victor, menampilkan perjuangan batin antara logika dan keputusasaan dengan tatapan yang penuh makna. Ellen Burstyn, meski muncul terbatas, membawa kedalaman sebagai Chris MacNeil—karakternya terasa hidup dengan luka masa lalu yang masih membekas. Pemeran pendukung seperti Ann Dowd sebagai perawat berpengalaman dan Raphael Sbarge sebagai pendeta skeptis juga menambah warna, meski beberapa karakter terasa kurang dieksplor.
Secara visual, Green tahu cara menciptakan horor yang tak berlebihan. Pengambilan gambar di apartemen sederhana Victor atau hutan gelap menghadirkan suasana mencekam tanpa perlu jump-scare berlebihan. Efek praktis, seperti riasan wajah pucat dan gerakan tubuh yang mengerikan, mengingatkan pada pendekatan klasik Friedkin, meski tak seintens aslinya. Musik latar karya David Wingo juga mendukung, dengan nada rendah yang bikin bulu kuduk merinding. Sayangnya, keunikan ini terkadang tenggelam oleh ritme yang lambat dan adegan eksorsisme yang terasa repetitif, seperti ingin menyaingi film asli tapi tak cukup berani.
Tantangan Menyaingi Legenda
Menjadi sekuel dari film seikonik The Exorcist bukan tugas mudah, dan Believer terasa goyah di bawah tekanan itu. Film ini ingin menghormati pendahulunya sambil memperkenalkan sesuatu yang baru, tapi malah terjebak di tengah. Pendekatan multikulturalnya menarik—misalnya, menggabungkan doa Katolik dengan ritual Haiti—tapi sering terasa seperti daftar cheklist demi inklusivitas, bukan konflik yang mendalam. Kritik dari penggemar di media sosial menyebut adegan kerasukan terlalu mengandalkan trope lama, seperti muntah hijau atau kepala berputar, yang justru bikin horornya terasa kurang serius.
Dengan pendapatan global $137 juta dari anggaran $30 juta, film ini sukses secara komersial, tapi ulasan kritis kurang memuji, dengan skor 22% di Rotten Tomatoes dari 253 ulasan. Penonton lebih lunak, memberi skor 57%, menunjukkan bahwa film ini masih punya daya tarik untuk penggemar horor kasual. Namun, banyak yang merasa durasi 111 menit terlalu panjang, terutama di babak ketiga yang lebih mementingkan efek besar ketimbang membangun ketegangan psikologis. Sebagai pembuka trilogi baru, Believer punya ambisi, tapi gagal mencapai intensitas emosional dan spiritual yang membuat film asli begitu legendaris.
Kesimpulan
The Exorcist: Believer adalah usaha berani untuk menghidupkan kembali warisan The Exorcist, dengan akting kuat dari Odom Jr. dan Burstyn serta momen-momen horor yang cukup mencekam. Namun, ia tersandung oleh naskah yang kurang fokus, ritme lambat, dan ketergantungan pada klise horor yang melemahkan dampaknya. Bagi penggemar setia, film ini mungkin terasa seperti reuni yang pahit-manis—ada kilasan keajaiban, tapi tak cukup untuk membangkitkan kengerian pendahulunya. Untuk penonton baru, ini adalah horor yang lumayan, tapi tak akan menghantui pikiran seperti aslinya. Skor 2.5/5 bintang—layak streaming di platform seperti Peacock, tapi jangan harap kengerian yang bikin susah tidur. Kita tunggu sekuel berikutnya, Deceiver, di 2025, untuk melihat apakah Green bisa memperbaiki ritme dan membawa iblis yang lebih menyeramkan.