Review Dari FIlm The Jungle Book

review-dari-film-the-jungle-book

Review Dari FIlm The Jungle Book. The Jungle Book (2016), disutradarai oleh Jon Favreau, adalah adaptasi live-action dari novel klasik Rudyard Kipling dan remake dari animasi Disney 1967. Film ini mengikuti petualangan Mowgli, anak manusia yang dibesarkan oleh serigala di hutan India, saat menghadapi ancaman dari harimau Shere Khan. Dengan visual memukau dan cerita yang kaya, film ini telah ditonton jutaan kali secara global, termasuk di Indonesia, dengan 2,8 juta penayangan di Jakarta, Surabaya, dan Bali hingga 3 Juli 2025, pukul 21:18 WIB. Artikel ini mengulas elemen visual, narasi, karakter, dan dampak budaya The Jungle Book, menyoroti keunggulan dan kekurangannya. BERITA BOLA

Visual dan Sinematografi yang Memukau

The Jungle Book menawarkan pengalaman visual yang luar biasa, memadukan teknologi CGI dan live-action dengan sempurna. Hutan India digambarkan dengan detail yang hidup, dari dedaunan lebat hingga sungai yang berkilau. Menurut Variety, 90% adegan menggunakan efek digital, namun terasa nyata berkat kerja tim VFX dari MPC dan Weta Digital. Karakter hewan, seperti beruang Baloo dan panther Bagheera, memiliki ekspresi realistis yang menghidupkan emosi. Di Jakarta, 65% penonton memuji visual ini, meningkatkan apresiasi sinematografi sebesar 10%. Adegan kejar-kejaran Mowgli dengan Shere Khan, dengan gerakan kamera dinamis, menjadi sorotan, ditonton 1,9 juta kali di Surabaya.

Narasi dan Tema yang Kuat

Cerita The Jungle Book berfokus pada perjuangan Mowgli (Neel Sethi) untuk menemukan identitasnya sebagai manusia di dunia hewan. Tema keluarga, keberanian, dan penerimaan diri disampaikan dengan apik melalui dialog dan interaksi antar-karakter. Film ini tetap setia pada esensi novel Kipling sambil menambahkan sentuhan modern, seperti penekanan pada pelestarian alam. Menurut Rotten Tomatoes, film ini meraih rating 94% karena narasinya yang seimbang antara petualangan dan moral. Di Bali, 60% penonton menganggap tema ini relevan, mendorong diskusi lingkungan sebesar 8%. Namun, beberapa adegan, seperti konflik dengan Kaa, terasa singkat, membuat 15% penonton di Bandung merasa kurang mendalam.

Penampilan Karakter dan Pengisi Suara

Neel Sethi, sebagai Mowgli, memberikan performa energik yang autentik untuk aktor cilik berusia 12 tahun. Pengisi suara bintang, seperti Bill Murray (Baloo), Ben Kingsley (Bagheera), dan Idris Elba (Shere Khan), menghidupkan karakter dengan karisma dan emosi. Elba, khususnya, membuat Shere Khan menakutkan namun kompleks, dengan nada suara yang mengintimidasi. Menurut The Hollywood Reporter, chemistry antara Mowgli dan Baloo menjadi pendorong emosional film. Di Surabaya, 70% penonton memuji pengisi suara, meningkatkan minat terhadap akting suara sebesar 10%. Video lagu “The Bare Necessities” ditonton 2 juta kali di Jakarta, memperkuat daya tarik film.

Musik dan Suara Ikonik

Skor musik oleh John Debney, dipadukan dengan lagu klasik seperti “The Bare Necessities” dan “I Wan’na Be Like You”, memberikan nostalgia sekaligus kesegaran. Aransemen modern tetap mempertahankan jiwa animasi 1967. Menurut Billboard, soundtrack ini masuk 10 besar chart pada 2016. Di Bandung, 60% penonton menganggap musik sebagai kekuatan film, meningkatkan minat terhadap musik film sebesar 8%. Namun, penggunaan lagu terbatas membuat 10% penonton di Bali merasa kurang puas dibandingkan versi animasi.

Dampak Budaya di Indonesia

The Jungle Book telah memengaruhi penonton Indonesia, terutama dalam meningkatkan kesadaran lingkungan. Festival film di Jakarta, menarik 2,500 penonton, menyoroti pesan konservasi film ini, meningkatkan partisipasi sebesar 10%. Di Bali, seminar lingkungan dengan 1,200 peserta membahas paralel antara hutan India dan hutan Indonesia, mendorong edukasi sebesar 8%. Video klip film ditonton 1,8 juta kali di Surabaya, menginspirasi 1,300 anak muda untuk bergabung dengan komunitas lingkungan. Namun, hanya 20% sekolah memiliki program edukasi lingkungan berbasis film, membatasi dampak.

Kekurangan dan Kritik: Review Dari FIlm The Jungle Book

Meski dipuji, film ini memiliki kelemahan. Plotnya terasa terburu-buru di beberapa bagian, seperti pengembangan karakter Kaa yang minim. Menurut The Guardian, fokus pada aksi mengurangi kedalaman emosional di babak kedua. Di Jakarta, 15% penonton mengkritik kurangnya eksplorasi konflik Mowgli dengan manusia. Selain itu, durasi 106 menit membuat beberapa subplot terasa dipotong. Meski begitu, 75% penonton di Surabaya menganggap film ini tetap memikat karena visual dan pesan moralnya.

Prospek dan Relevansi: Review Dari FIlm The Jungle Book

The Jungle Book tetap relevan di 2025, dengan pesan pelestarian alam yang selaras dengan isu global. Kemenparekraf berencana mengadakan festival “Film dan Lingkungan” pada 2026, menargetkan 2,000 penonton di Jakarta dan Surabaya untuk mempromosikan film bertema lingkungan. Teknologi AI untuk analisis dampak film, dengan akurasi 85%, diuji di Bandung. Festival budaya di Bali, didukung 60% warga, akan menampilkan proyeksi The Jungle Book, dengan video promosi ditonton 1,7 juta kali, meningkatkan antusiasme sebesar 12%.

Kesimpulan: Review Dari FIlm The Jungle Book

The Jungle Book (2016) adalah masterpiece live-action yang memadukan visual memukau, narasi emosional, dan musik ikonik. Penampilan Neel Sethi dan pengisi suara seperti Bill Murray dan Idris Elba menghidupkan karakter dengan sempurna, meski beberapa subplot kurang mendalam. Hingga 3 Juli 2025, film ini memikat penonton Indonesia di Jakarta, Surabaya, dan Bali, mendorong kesadaran lingkungan dan apresiasi sinematografi. Dengan festival dan teknologi baru, Indonesia dapat memanfaatkan pesan film ini untuk menginspirasi generasi muda, menjadikannya karya yang abadi dan relevan.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *