Review Film KKN di Desa Penari. Film KKN di Desa Penari menjadi fenomena besar di perfilman Indonesia sejak dirilis pada 30 April 2022. Diadaptasi dari utas Twitter viral karya SimpleMan, film horor supranatural garapan sutradara Awi Suryadi ini berhasil menarik perhatian jutaan penonton. Bahkan pada 2025, film ini tetap menjadi topik hangat, terutama dengan rilis versi extended Luwih Dowo, Luwih Medeni dan prekuel Badarawuhi di Desa Penari. Dengan elemen budaya lokal dan nuansa mistis yang kental, film ini sukses menghidupkan kisah horor yang awalnya hanya berupa cerita daring. Artikel ini akan mengulas alur cerita film, alasan di balik popularitasnya, serta sisi positif dan negatif yang membuatnya begitu menarik perhatian hingga kini. BERITA BOLA
Singkatan Cerita dari Film Ini: Review Film KKN di Desa Penari
KKN di Desa Penari mengisahkan enam mahasiswa—Nur, Widya, Ayu, Bima, Anton, dan Wahyu—yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa terpencil di Jawa Timur pada 2009. Desa ini, yang direkomendasikan oleh kakak Ayu, memiliki aura misterius dengan larangan ketat untuk tidak memasuki area Tapak Tilas, sebuah wilayah yang dianggap sebagai batas antara dunia manusia dan makhluk gaib. Namun, Bima dan Ayu, yang terlibat dalam hubungan romantis, melanggar aturan ini dengan melakukan tindakan tak pantas di wilayah terlarang, memicu kemarahan Badarawuhi, roh penari gaib yang menguasai desa.
Kejadian-kejadian aneh mulai menimpa kelompok ini, dari Widya yang dilihat sebagai ular oleh warga hingga mimpi-mimpi tentang penari Jawa bernama Dawu. Nur, yang memiliki “roh penjaga,” menyadari ada yang salah, tetapi terlambat untuk mencegah malapetaka. Konflik mencapai puncak ketika Bima dan Ayu ditemukan sekarat akibat pengaruh Badarawuhi. Film ini diakhiri dengan epilog tragis: Bima meninggal empat hari setelah KKN, dan Ayu menyusul tiga bulan kemudian, meninggalkan kisah kelam yang diceritakan ulang oleh Nur dan Widya dalam sebuah dokumenter.
Kenapa Film Ini Sangat Populer
KKN di Desa Penari mencatatkan rekor sebagai film Indonesia terlaris pada masanya, dengan lebih dari 9,2 juta penonton hingga September 2022, sebelum dikalahkan oleh Jumbo pada 2025. Popularitasnya berawal dari keviralannya sebagai utas Twitter pada 2019, yang menciptakan antusiasme besar sebelum filmnya rilis. Penundaan penayangan akibat pandemi justru meningkatkan ekspektasi publik, dan strategi pemasaran MD Pictures, seperti trailer yang mencekam dan poster interaktif, sukses menarik perhatian. Pada 2025, film ini kembali ramai dibicarakan berkat versi extended dan prekuel, serta penggunaannya di media sosial untuk konten horor atau nostalgia.
Latar budaya Jawa, dengan elemen seperti tarian tradisional dan mitos desa gaib, memberikan daya tarik lokal yang kuat, terutama bagi penonton Indonesia yang akrab dengan cerita mistis. Penampilan aktor seperti Tissa Biani sebagai Nur dan Aulia Sarah sebagai Badarawuhi juga mendapat pujian, menambah nilai hiburan. Kehadiran lagu tema yang atmosferik dan sinematografi yang memukau membuat film ini terasa nyata, seolah membawa penonton ke dalam desa misterius tersebut.
Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini
Sisi positif film ini terletak pada kemampuannya menghidupkan budaya lokal dalam genre horor. Penggambaran desa terpencil, lengkap dengan sesajen dan suara gamelan, menciptakan suasana mencekam yang otentik. Sinematografi yang apik, terutama dalam adegan tarian Badarawuhi, memberikan visual yang memukau dan menghantui. Akting para pemain, khususnya Tissa Biani dan Adinda Thomas sebagai Widya, berhasil menyampaikan ketegangan dan emosi yang kuat. Film ini juga menghindari jumpscare berlebihan, memilih pendekatan horor psikologis yang lebih halus, yang diapresiasi oleh penggemar horor sejati.
Namun, ada pula sisi negatif. Alur cerita film ini sering dikritik karena terlalu setia pada utas Twitter, sehingga terasa seperti kumpulan adegan tanpa narasi yang benar-benar padu. Beberapa penonton merasa bingung, terutama jika belum membaca utas aslinya. Selain itu, versi extended Luwih Dowo, Luwih Medeni dianggap hanya menambah durasi tanpa meningkatkan kengerian, dengan adegan tambahan yang lebih banyak berfokus pada komedi. Penggambaran karakter Ayu juga menuai kritik karena stereotip negatif tentang pakaiannya, yang terasa tidak relevan dengan cerita asli.
Kesimpulan: Review Film KKN di Desa Penari
KKN di Desa Penari adalah film horor yang sukses menggabungkan budaya lokal dengan kisah mistis yang mencekam, menjadikannya fenomena di perfilman Indonesia. Ceritanya yang berakar dari utas viral, ditambah sinematografi apik dan akting yang solid, membuatnya resonan dengan penonton. Meski memiliki kekurangan seperti alur yang kurang padu dan kritik pada versi extended, film ini tetap menjadi karya yang menghibur dan bermakna, terutama bagi penggemar horor berbasis budaya. Hingga 2025, KKN di Desa Penari terus membuktikan bahwa cerita lokal dengan sentuhan otentik memiliki tempat istimewa di hati penonton, baik di bioskop maupun di platform digital.